Senin, 16 Maret 2015

Ngentot Teman Kos Kakaku



Cerita dewasa ini bermula pada waktu itu aku lagi kuliah di semester V di salah satu PTS di Jakarta. Saat itu aku lagi jomblo. Waktu itu aku ngontrak satu rumah untuk berlima. Kebetulan di rumah itu hanya aku yang laki-laki. Aku bilang sama kakak perempuanku, “Kak, aku mau kos biar bisa mandiri bolehkan?", tapi kakakku ini saking sayangnya padaku, ya saya tidak diperbolehkan pisah rumah. Kita pun tinggal serumah dengan tiga teman wanita kakakku.

Ada satu diantara mereka sudah jadi dosen tapi di Universitas lain di sekitar kampusku, Ibu Endang namanya. Kita semua memanggilnya Ibu maklum sudah umur 41 tahun tapi belum juga menikah. Ibu Endang bertanya, “Eh, kamu akhir-akhir ini kok sering ngelamun sih, ngelamunin apa hayo? Jangan-jangan ngelamunin yang itu..”
“Yang itu apanya Bu?” tanyaku.

Memang dalam kesehari-harianku, Ibu Endang tahu karena aku sering juga curhat sama dia karena dia sudah kuanggap lebih tua dan tahu banyak hal. Aku mulai cerita, “Tahu nggak masalah yang kuhadapi? Sekarang aku baru putus sama pacarku”, kataku.
“Oh.. gitu ceritanya, pantesan aja dari minggu kemarin murung aja dan sering ngalamun sendiri”, kata Ibu Endang.

Begitu dekatnya aku sama Ibu Endang sampai suatu waktu aku mengalami kejadian ini. Entah kenapa aku tidak sengaja sudah mulai ada perhatian sama Ibu Endang. Waktu itu tepatnya siang-siang semuanya pada kuliah, aku sedang sakit kepala jadinya aku bolos dari kuliah. Siang itu tepat jam 10:30 siang saat aku bangun, eh agak sedikit heran kok masih ada orang di rumah, biasanya kalau siang-siang bolong begini sudah pada nggak ada orang di rumah tapi kok hari ini kayaknya ada teman di rumah nih. Aku pergi ke arah dapur.
“Eh Ibu Endang, nggak ngajar Bu?” tanyaku.
“Kamu kok nggak kuliah?” tanya dia.
“Habis sakit Bu”, kataku.
“Sakit apa sakit?” goda Ibu Endang.
“Ah.. Ibu Endang bisa aja”, kataku.
“Sudah makan belum?” tanyanya.
“Belum Bu”, kataku.
“Sudah Ibu Masakin aja sekalian sama kamu ya”, katanya.

Dengan cekatan Ibu Endang memasak, kita pun langsung makan berdua sambil ngobrol ngalor ngidul sampai-sampai kita membahas cerita yang agak. berbau seks. Kukira Ibu Endang nggak suka yang namanya cerita seks, eh tau-taunya dia membalas dengan cerita yang lebih hot lagi. Kita pun sudah semakin jauh ngomongnya. Tepat saat itu aku ngomongin tentang perempuan yang sudah lama nggak merasakan hubungan dengan lain jenisnya.

“Apa masih ada gitu keinginannya untuk itu?” tanyaku.
“Enak aja, emangnya nafsu itu ngenal usia gitu”, katanya.
“Oh kalau gitu Ibu Endang masih punya keinginan dong untuk ngerasain bagaimana hubungan dengan lain jenis”, kataku.
“So pasti dong”, katanya.
“Terus dengan siapa Ibu untuk itu, Ibu kan belum kawin”, dengan enaknya aku nyeletuk.
“Aku bersedia kok”, kataku lagi dengan sedikit agak cuek sambil kutatap wajahnya. Ibu Endang agak merah pudar entah apa yang membawa keberanianku semakin membludak dan entah kapan mulainya aku mulai memegang tangannya. Dengan sedikit agak gugup Ibu Endang kebingungan sambil menarik kembali tangannya, dengan sedikit usaha aku harus merayu terus sampai dia benar-benar bersedia melakukannya.
“Okey, sorry ya Bu, aku sudah terlalu lancang terhadap Ibu Endang”, kataku.
“Nggak, aku kok yang salah memulainya dengan meladenimu bicara soal itu”, katanya.

Dengan sedikit kegirangan, dalam hatiku dengan lembut kupegang lagi tangannya sambil kudekatkan bibirku ke dahinya. Dengan lembut kukecup keningnya. Ibu Endang terbawa dengan situasi yang kubuat, dia menutup matanya dengan lembut. Juga kukecup sedikit di bawah kupingnya dengan lembut sambil kubisikkan, “Aku sayang kamu, Ibu Endang”, tapi dia tidak menjawab sedikitpun.

Dengan sedikit agak ragu juga kudekatkan bibirku mendekati bibirnya. Cup.. dengan begitu lembutnya aku merasa kelembutan bibir itu. Aduh lembutnya, dengan cekatan aku sudah menarik tubuhnya ke rangkulanku, dengan sedikit agak bernafsu kukecup lagi bibirnya. Dengan sedikit terbuka bibirnya menyambut dengan lembut. Kukecup bibir bawahnya, eh.. tanpa kuduga dia balas kecupanku. Kesempatan itu tidak kusia-siakan. Kutelusuri rongga mulutnya dengan sedikit kukulum lidahnya. Kukecup, “Aah.. cup.. cup.. cup..” dia juga mulai dengan nafsunya yang membara membalas kecupanku, ada sekitar 10 menitan kami melakukannya, tapi kali ini dia sudah dengan mata terbuka. Dengan sedikit ngos-ngosan kayak habis kerja keras saja.
“Aah.. jangan panggil Ibu, panggil Endang aja ya!
Kubisikkan Ibu Endang, “Endang kita ke kamarku aja yuk!”.

Dengan sedikit agak kaget juga tapi tanpa perlawanan yang berarti kutuntun dia ke kamarku. Kuajak dia duduk di tepi tempat tidurku. Aku sudah tidak tahan lagi, ini saatnya yang kutunggu-tunggu. Dengan perlahan kubuka kacing bajunya satu persatu, dengan lahapnya kupandangi tubuhnya. Ala mak.. indahnya tubuh ini, kok nggak ada sih laki-laki yang kepengin untuk mencicipinya. Dengan sedikit membungkuk kujilati dengan telaten. Pertama-tama belahan gunung kembarnya. “Ah.. ssh.. terus Jim”, Ibu Endang tidak sabar lagi, BH-nya kubuka, terpampang sudah buah kembar yang montok ukuran 34 B. Kukecup ganti-gantian, “Aah.. ssh..” dengan sedikit agak ke bawah kutelusuri karena saat itu dia tepat menggunakan celana pendek yang kainnya agak tipis dan celananya juga tipis, kuelus dengan lembut, “Aah.. aku juga sudah mulai terangsang.

Kusikapkan celana pendeknya sampai terlepas sekaligus dengan celana dalamnya, hu.. cantiknya gundukan yang mengembang. Dengan lembut kuelus-elus gundukan itu, “Aah.. uh.. ssh.. Jimmy kamu kok pintar sih, aku juga sudah nggak tahan lagi”, sebenarnya memang ini adalah pemula bagi aku, eh rupanya Endang juga sudah kepengin membuka celanaku dengan sekali tarik aja terlepas sudah celana pendek sekaligus celana dalamku. “Oh.. besar amat”, katanya. Kira-kira 18 cm dengan diameter 2 cm, dengan lembut dia mengelus zakarku, “Uuh.. uh.. shh..” dengan cermat aku berubah posisi 69, kupandangi sejenak gundukannya dengan pasti dan lembut. Aku mulai menciumi dari pusarnya terus turun ke bawah, kulumat kewanitaannya dengan lembut, aku berusaha memasukkan lidahku ke dalam lubang kemaluannya, “Aah.. uh.. ssh.. terus Jimmy”, Endang mengerang. “Aku juga enak Endang”, kataku. Dengan lembut di lumat habis kepala kemaluanku, di jilati dengan lembut, “Assh.. oh.. ah.. Yuli terus sayang”, dengan lahap juga kusapu semua dinding lubang kemaluannya, “Aahk.. uh.. ssh..” sekitar 15 menit kami melakukan posisi 69, sudah kepengin mencoba yang namanya bersetubuh. Kurubah posisi, kembali memanggut bibirnya.
Sudah terasa kepala kemaluanku mencari sangkarnya. Dengan dibantu tangannya, diarahkan ke lubang kewanitaannya. Sedikit demi sedikit kudorong pinggulku, “Aakh.. sshh.. pelan-pelan ya Jimmy, aku masih perawan”, katanya. “Haa..” aku kaget, benar rupa-rupanya dia masih suci. Dengan sekali dorong lagi sudah terasa licin. Blesst, “Aahk..” teriak Endang, kudiamkan sebentar untuk menghilangkan rasa sakitnya, setelah 2 menitan lamanya kumulai menarik lagi batang kemaluanku dari dalam, terus kumaju mundurkan. Mungkin karena baru pertama kali hanya dengan waktu 7 menit Endang..

“Aakh.. ushh.. ussh.. ahhkk.. aku mau keluar Jimmy”, katanya. “Tunggu, aku juga sudah mau keluar akh..” kataku. Tiba-tiba menegang sudah lubang kemaluannya menjepit batang kemaluanku dan terasa kepala batang kemaluanku disiram sama air surganya, membuatku tidak kuat lagi memuntahkan.. “Crot.. crot.. cret..” banyak juga air maniku muncrat di dalam lubang kemaluannya. “Aakh..” aku lemas habis, aku tergeletak di sampingnya. Dengan lembut dia cium bibirku, “Kamu menyesal Jimmy?” tanyanya.
“Ah nggak, kitakan sama-sama mau.” Kami cepat-cepat berberes-beres supaya tidak ada kecurigaan, dan sejak kejadian itu aku sering bermain cinta dengan Ibu Endang hal ini tentu saja kami lakukan jika di rumah sedang sepi, atau di tempat penginapan apabila kami sudah sedang kebelet dan di rumah sedang ramai. sejak kejadian itu pada diri kami berdua mulai bersemi benih-benih cinta, dan kini Ibu Endang menjadi pacar gelapku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar